4 Mei 2011

Cinta Bisu tak Berbalas

Oke, sesuai janjiku kemarin. I'll tell about my love,,, Aku sebenarnya tidak terlalu yakin apa aku pernah benar-benar jatuh cinta kepada lawan jenis dalam arti cinta yang "begituan". Yang aku tahu, aku mencintai Rasulullah, mengagumi beliau dan merindukan bertemu di jannahNya. Aku juga mencintai Bapak, adek, mbah kakung dan keluargaku. Aku mencintai teman-teman laki-lakiku seperti aku mencintai teman-teman perempuanku. Intinya aku sudah berkali-kali mencintai lawan jenis, tapi aku tidak yakin apa aku pernah mencintainya dengan cinta yang sama seperti yang dimiliki Hawa kepada Adam, Khodijah kepada Muhammad, Fathimah kepada Ali , atau Ibu kepada Bapak.

Aku pernah menyayangi lawan jenis tanpa sebab, kalau berdasarkan teori FTV ini yang namanya cinta. Waktu itu aku masih duduk di kelas 2 Aliyah (SMA). Seperti tahun-tahun sebelumnya, pihak sekolah mengadakan acara English month, yaitu pembinaan bahasa inggris secara intensif selama satu bulan. Pada acara pembukaan English month, entah apa yang membuat mataku terpaku pada sosok pria yang duduk menunduk di barisan para tutor. Dia adalah salah satu tutor yang didatangkan dari Mahesa Institute, Kediri.

Singkat cerita dia menjadi bagian dari tutor yang mengajar di kelasku. Satu hari, dua hari, aku semakin faham siapa dia. Dia orang yang pendiam, sangat pendiam. Aku ingat ketika pertama kali dia memperkenalkan diri di kelasku, katanya, "I'll not say anything. Please ask me, and I'll answer it. But, if you dont ask, I'll just keep silent." saat itu aku tersenyum. Cool,,,

 Dalam diskusi kelas yang kami lakukan tiap pagi, dia bercerita beberapa hal tentang kehidupannya. Dia berasal dari keluarga yang kurang harmonis. Selain menganggap pendidikan bukan hal yang penting, ayahnya memilih untuk memiliki tiga istri. Dan tutorku, sebut saja Fra, merupakan anak dari istri pertama yang merasa jengah dengan perilaku sang ayah.

Dia memutuskan untuk menuntut ilmu jauh dari kampung halamannya di Makassar menuju pulau Jawa. Empat tahun ia habiskan tanpa sekalipun pulang ke daerah asalnya. Aku bisa menagkap ada pencarian dalam tiap pertanyaan yang ia lontarkan dalam tiap diskusi. Seakan meminta pendapat orang lain tentang nasibnya. Dan semua itu hanya membuatku semakin menyayanginya, entah karena iba atau kagum.

Waktu satu bulan bukan waktu yang lama. Hari itu penutupan English month, kelas kami kebagian menampilkan drama di acara tersebut. Secara khusus aku menyusun naskah drama yang kuadaptasi dari kisah hidupnya. Sengaja kuakhiri cerita itu dengan bahagia, seperti harapanku dalam kisah hidupnya.

Dia tidak pernah tahu, ada gadis yang mengaguminya. Bahkan ia juga tidak tahu bahwa aku yang menuliskan puisi penyemangat untuknya sebagai kenang-kenangan. Saat itu teman-teman memintaku untuk menulis puisi sebgai pelengkap kado perpisahan dari kelas kami. Dan aku menulisnya dengan hati, menghafalnya di luar kepala dan berharap ia termotivasi dengan puisi itu.

Harapanku tidak sia-sia. Dua tahun kemudian sebuah sms mengejutkan muncul di layar HPku. Saat itu aku  sudah kuliah semester satu, aku lupa bagaimana persis kata-katanya. Yang pasti dia menanyakan siapa penulis puisi yang sampai saat itu masih ia simpan dan menjadi sumber semangatnya selama ini. Deg-degan aku membalas sms itu. Rahasia, kataku. Ia kembali membalas dan memintaku memberi clue. Katanya, ada dua huruf A dinamanya, iya kan?

Aku menghitung namaku, N-A-S-H-R-U-L  M-I-L-L-A-H. Ada dua huruf A, aku girang bukan main, dia tahu. Ketika akhirnya aku mengatakan ya, komunikasi kami terputus untuk beberapa waktu. Aku tidak mengharapkan dia menyebutkan namaku. Aku hanya ingin dia tahu ada orang yang perhatian kepadanya.

Namun harapanku pupus ketika beberapa hari kemudian, sahabatku mengatakan bahwa Fra menghubunginya secara intens selama ini. Dan endingnya dia menanyakan apakah sahabatku itu yang menulis puisi untuknya. Dengan senyum getir aku katakan pada sahabatku, jangan bilang aku yang menulis. Misteri itu tetap tertutup, namun Fra dengan mengikuti kata hatinya seakan mengiyakan perkiraannya. Dia jatuh hati pada sahabatku. Aku tahu meskipun ia mencintai sahabatku karena ia memang layak dicintai. Dia cantik, pintar, baik, lembut. Berbeda sekali denganku. Tapi entah kenapa kesalahfahaman tentang penulis puisi itu begitu menyakitkan bagiku.

Satu tahun kemudian, ketika aku memasuki semester tiga. Dengan malu-malu sahabatku mengakui bahwa ia telah berpacaran dengan Fra selama dua bulan. Awalnya ia sama sekali tidak menyukainya, namun seiring berjalannya waktu, mulai tumbuh benih-benih kasih di hatinya.

Rabbi,,, seharusnya saat itu aku menangis sejadi-jadinya. Tapi entah kenapa aku bahkan tidak merasa sakit hati mengetahui kenyataan itu. Aku ikhlas, sangat ikhlas. Hingga aku menyadari, inilah cara Allah menjagaku, menyayangiku. Jika pria itu benar-benar jatuh hati padaku, maka mungkin aku telah melanggar laranganNya. Menjalin hubungan yang diharamkan olehNya. Mencintainya lebih dari cintaku padaNya.

Aku masih menyayanginya sampai kini, tapi bukan untuk memilikinya. Aku menyayanginya sebagai saudara, seperti aku menyayangi sahabatku yang nampak bahagia dengannnya. Birkan ia tak pernah tahu bahwa aku pernah menganggapnya lebih. Terima kasih telah memberi warna dalam hidupku, Bumbling Idiot,,, aku ingat bahwa kau pernah menuliskan satu kata yang tetap kukenang, "your dimples will be imprinted in my mind", kata yang kemudian menginisiasi diriku sebagai D'Smart Dimples,,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar