9 Feb 2017

Surat untuk Ibu, Bapak...







9 Februari 2017

Assalamuálaikum wr. wb.

Ibu.. Bapak.. hari ini izinkan putrimu menuliskan sebuah surat. Surat yang ditulis di tengah hiruk pikuk aktifitas kampus yang penuh aura ilmu. Putrimu ini tengah menyendiri. Di sebuah ruang tertutup tempat mahasiswa berdiskusi. Ruang ini sering kosong. Dan itu yang aku cari, duduk dalam sepi, tenggelam berkutat dengan tugas dan hobi. Sebuah kursi putar menemani. Terkadang sekelebat angan menghampiri. Tentang sebuah masa di ruang pribadi. Aku selalu ingat mimpi ibu. Melihatku berangkat kerja dengan seragam rapi, menaiki motor metic hasil keringat sendiri. Ah ibu... sesederhana itu mimpimu. Semoga aku mampu mengabulkannya suatu saat.

Ibu.. bapak.. salah satu hal terbaik yang Allah berikan kepadaku adalah terlahir sebagai putri kalian. Sepasang orang tua yang hebat dengan ketidakhebatannya. Jika aku harus menilai kebahagiaan dengan harta, maka seharusnya aku mengutuk terlahir dari seorang bapak pekerja serabutan dan ibu yang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Tapi nyatanya kehidupan sederhana tak pernah menyurutkan senyum di bibirku. Justru itulah kekuatanku, kebangganku.

8 Feb 2017

Menyibak Kenang S1




Mumpung ada waktu kosong dan tetiba rindu masa-masa S1. Rasanya perlu juga sekali-kali mengulang kembali masa-masa S1 lewat rentetan kata-kata. Semoga ada hikmah yang bisa diambil orang lain yang membaca.

S1 tahun 2008, artinya aku berusia 18 tahun. Usia yang matang menurutku saat itu, tapi setelah 9 tahun berlalu aku bisa katakan itu usia yang masih sangat labil. Begitupun segala sikap dan tindakan yang kulakukan. Dengan kacamata seorang wanita berusia hampir 27 tahun, aku saat itu masih kanak-kanak. Yah, meskipun sampai sekarang aku juga belum bisa dibilang dewasa.

Menceritakan kisah selama 4 tahun mungkin akan membutuhkan ribuan lembar. Maka pada tulisanku kali ini aku ingin lebih fokus pada hal-hal yang terbersit dalam ingatanku sekarang.
Masih seperti sekarang, aku dulu adalah seorang melankolis-sanguinis. Hanya saja, sisi melankolis jauh lebih besar daripada sanguinis. Perasa, teratur, terencana, mengayomi, dan tentu saja gampang baper adalah gambaran diriku yang lebih dominan. Maka, dalam kurun waktu itu, aku beberapa kali mengambil keputusan besar sebagai hasil perencanaanku. Aku adalah seorang mahasiswa study oriented sekaligus aktivis. Bagaimana bisa? Nyatanya bisa. Hahaha