8 Feb 2016

Ketika Hati Mengucap Syukur


Manusia, begitu mudah mereka menghakimi diri sendiri sebagai orang yang malang, tidak beruntung, menderita. Yah, karena hal negatif memang lebih mudah terlihat daripada hal-hal positif. Sedikit sakit lebih terasa dibanding kesehatan yang melimpah. Sedikit kegagalan lebih menghantui dibanding banyaknya keberhasilan.

Pagi menjelang siang, aku duduk di kamar kos, sendiri, menatap langit cerah berawan melalui jendela kaca. Bete, hari ini hari libur dan aku tidak punya rencana liburan apapun. Teman sekos pergi. Maka tinggallah aku dipenjara dinding-dinding kamar kos. Beberapa menit mencoba membuka-buka diktat kuliah, but I dont have any mood to read those strange syimbols. Akhirnya aku memilih berkutat dengan tab di tangan. Menyapa beberapa orang di grup WA, hingga aku mengingat seseorang. Salah satu sahabat, bisa dibilang kakak, yang dulu sering menghabiskan waktu bersama semasa S1.



Sebuah sapaan ringan kukirimkan untuknya melalui WA. Beberapa menit kemudian jawabannya muncul di layar tabku. Aku senang, setidaknya dia bisa menemani kebosananku. Sayang, dia sedang sakit. Artinya dia mungkin tidak akan antusias mengobrol denganku. Doa standar kutuliskan, "Syafakillah, kak". Dia mengucapkan terimakasih, tetap dengan bahasanya yg lembut, seperti dulu. Basa basi aku menanyakan sakitnya, saat itu pikirku dia mungkin sedang demam, batuk, flu, atau penyakit-penyakit musiman yang lain. Hingga sedikit demi sedikit dia bercerita.

Dia sedang menderita DBD, aku mulai lebih prihatin. Bagaimanapun DBD adalah jenis penyakit yang perlu diwaspadai. Lalu dia melanjutkan dalam jawabannya, " sama TB kelenjer". Aku seketika terhenyak, astaghfirullah. Bukankah itu jenis penyakit yang membutuhkan pengobatan kontinu selama 6 bulan itu. Dan benar, sudah sebulan ia menjalani pengobatan rutin. Ia lalu menceritakan lebih detail kondisinya. Di awal menderita DB, ia sering jatuh pingsan, lalu penyakit tambahan muncul, yang makin memperlemah kondisi fisiknya. Saat sedang drop, dia hanya bisa berbaring di atas tempat tidur, tidak bisa berjalan, bahkan susah berbicara. Ada benjolan di lehernya, badannya semakin kurus, rambutnya mulai rontok. MasyaAllah, bagaikan ada sengatan di hatiku. Dia sahabatku, saudara seperjuanganku, kakak yang selalu mendampingi dan mendengarkan curhatku. Saat ini dia tengah diuji, dan aku tidak tahu apa-apa tentang hal ini. Dimana makna ukhuwah yang selama ini aku gembor-gemborkan. Saat ini, rasanya aku ingin berlari memeluknya, menguatkannya. Tapi, lagi-lagi sebuah sengatan menyerang hatiku," Millah gak boleh dekat-dekat kakak, nanti ketularan. Kakak sekarang punya alat makan sendiri, cuci baju terpisah, di kamar sendiri, selama beberapa bulan ini kakak harus sendiri." Ya Allah, aku tak mampu lagi membendung air mataku.

Yah, seringkali kita lupa, di saat kita mengeluh tentang kondisi hidup yang kurang menguntungkan, ternyata banyak orang di sekitar kita tengah mengalami hidup yang jauh lebih berat. Di saat kita sedih karena mimpi yang tak terwujud, ada orang-orang di luar sana yang bahkan tidak bisa untuk sekedar membuat mimpi. Banyak hal yang patut kita syukuri ketimbang mengeluhkan kegagalan-kegagalan kecil. Rendahkan hatimu di hadapan Tuhan, agar terbuka mata hati dan pikiran, agar terasa semua nikmat yang Dia berikan..

Untuk sahabatku, saudaraku, kakakku tercinta... semoga sakit ini menjadi penggugur dosamu. Yakinlah, Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kemampuannya. Kau kuat, dan Allah menyayangimu, karena itulah kau diuji. Begitu banyak orang yang mencintaimu, yang akan mengirimkan doa ikhlasnya untuk kesembuhanmu. Be strong kak, ishbiry..

Adik yang merindukan senyummu,
Miel, D'Smart Dimples

Tidak ada komentar:

Posting Komentar