20 Jan 2016

Semua akan Indah pada Akhirnya (2)


Melanjutkan tulisanku sebelumnya tentang bagaimana rencana Allah begitu indah. Hikmah yang terungkap tiga tahun setelah sebuah kegagalan mencapai mimpi. Kali ini aku akan melanjutkan cerita itu, dimana hikmah yang sama terjadi di balik tertundanya sebuah mimpi.

Sebagai penerima beasiswa Departemen Agama, aku dibebaskan dari segala bentuk biaya pendidikan ditambah dengan biaya hidup yang cukup besar dibanding beasiswa lainnnya. Bukan hanya itu, kami juga dibebaskan meminta dana kegiatan yang diadakan oleh organisasi penenrima beasiswa Depag. Setahun sekali, kami diberangkatkan ke berbagai daerah untuk melaksanakan pengabdian sekaligus bertemu dengan penerima beasiswa Depag dari seluruh Indonesia. Hari-hari menjadi mahasiswa begitu menyenangkan. Aku bisa belajar dengan tenang tanpa dibebani tanggungjawab finansial sebagaimana teman-temanku yang lain. Tapi itu semua tidak gratis. Kami memiliki kewajiban untuk melakukan pengabdian di pesantren asal selama kurun waktu tiga tahun setelah lulus S1.


Maka dengan penuh semangat kuselesaikan kuliahku lebih cepat, 3.5 tahun dengan harapan bisa melakukan pengabdian lebih awal lalu melanjutkan kuliah S2. Depag memberikan kebijakan bahwa alumni yang sedang melakukan pengabdian bisa 'nyambi' bekerja atau kuliah setelah mengabdi satu tahun. Rencanaku jelas. Aku akan mengabdi selama satu tahun, lalu mendaftar S2 di ITS sambil menyelesaikan pengabdian.

Aku menjalani pengabdian dengan semangat naik turun. Sebagai guru yang statusnya mengabdi, aku mendapat hak yang sama seperti guru lain, termasuk dalam hal gaji. Maka, pengabdianku tak ubahnya sedang bekerja. Namun bayangan kuliah S2 seringkali menyedot porsi ikhlasku. Beberapa temanku langsung melanjutkan S2 setelah lulus S1. Sebagian memang telah diberi izin oleh pesantren yang bersangkutan, sebagian lagi kuliah secara diam-diam. Aku tidak mau melanggar janji yang telah kutulis saat mendaftar beasiswa, tapi sisi gelap hatiku seringkali membisikkan hal sebaliknya. Ikhlas atau tidak, yang pasti pengabdianku telah berjalan satu tahun. Saatnya meminta surat izin dari pondok untuk meminjam ijazah S1 yang ditahan oleh kemenag.

Tidak ada yang salah dalam langkahku, hanya saja rencana Allah berbeda. Aku tidak mendapat izin dari pondok tempatku mengabdi dan aku tidak memiliki keberanian untuk memaksa, mengingat pesantren sudah memberikan hak yang lebih dari cukup kepadaku selama pengabdian. Dan disinilah aku, diantara ikhlas dan tidak menjalani pengabdian yang masih harus berlanjut 2 tahun lagi. Beruntung aku memiliki teman-teman yang begitu menyenangkan selama menjalani pengabdian. Bersama mereka aku melupakan sesal yang kusimpan. Hingga tak terasa tiga tahun berlalu. Dua bulan sebelum masa pengabdian berakhir, aku menyiapkan segalanya. Mencari info penerimaan mahasiswa baru, beasiswa magister, belajar TOEFL dan TPA.

Tepat dua hari setelah masa pengabdianku berakhir, aku meminta izin kepada pesantren untuk melanjutkan S2. Alhamdulillah izin didaptkan, surat-surat dan laporan pengabdianku semua berhias tanda tangan ketua yayasan. Dengan penuh semangat aku menjalani semua proses menuju pendaftaran kuliah S2. Mulai pengambilan ijazah di kantor Kemenag di Jakarta, tes TOEFL ITP dan TPA Bappenas, mendaftar S2 dan beasiswa LPDP. Dan inilah hadiah dari Allah. Semua proses kujalani dengan mudah. Nilai TOEFL dan TPA memenuhi syarat dalam sekali tes, tes masuk PT berjalan lancar begitu juga dengan beasiswa.

Dan inilah hikmahnya, jika saat setahun setelah pengabdian aku mendaftar S2 maka aku akan mengambil beasiswa fresh graduate yang hanya menjamin biaya pendidikan tanpa biaya hidup. Artinya aku harus tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Aku juga berencana mengambil beasiswa DIKTI yang juga menuntut pengabdian kepada penerimanya. Artinya, begitu pengabdian di pesantren selesai aku harus lanjut melakukan pengabdian sebagai penerima beasiswa DIKTI. Oooh,, dan sungguh hidup dalam bayang-bayang hutang itu tidak enak..

Yang terjadi saat ini, aku diterima di salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia, Institut Teknologi Bandung dengan beasiswa full dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Sekali lagi aku bisa fokus belajar tanpa harus memikirkan masalah finansial. Aku juga dipertemukan dengan awardee LPDP dan mahasiswa S2 Matematika dari Sabang hingga Merauke yang memiliki keunggulan masing-masing, bahkan ada mahasiswa dari luar negeri juga. Pengalaman hidup yang luar biasa... Entah apa lagi rahasia Allah yang disiapkan untukku di masa depan lewat takdir ini. Semoga apapun yang terjadi aku bisa menyikapinya dengan bijaksana, sabar dalam ujian, syukur dalam nikmat..


Lihatlah sekelilingmu.. masih ada langit di atas langit, masih ada banyak lapisan bumi yang melingkupi. Jangan pernah berbangga hati atas apa yang kau miliki jangan pula berkecil hati atas kekuranganmu. Krena dunia diciptakan dengan keseimbangan. Ada sedih dan bahagia, ada miskin dan kaya, ada gagal dan sukses. Maka jalani hidupmu dengan sabar dan syukur...

with love,
D'Smart Dimples

Tidak ada komentar:

Posting Komentar