11 Mar 2012

The Great Father

Aku ingin ceritakan pengalamanku hari ini, bertemu dengan seorang ayah yang sudah lanjut usia. Berkunjung ke Surabaya dari Nganjuk untuk menjemput putrinya dengan bekal uang dua ribu rupiah.
Hari ini, dengan tujuan refreshing dan mencari kenang-kenangan buat dosen, aku dan teman-teman pergi ke DTC. Kami berangkat sekitar pukul sembilan, berjalan bertiga menuju Gebang demi menjemput len P. Singkat cerita kami sudah asyik hunting barang-barang di lantai dasar DTC.
Berjuang diantara ratusan orang yang mencari kebutuhannya masing-masing. Tidak lama, hanya sekitar tiga jam kami sudah berhasil menukar berlembar-lembar rupiah dengan barang yang kami inginkan. Mulai baju, jilbab, sandal, dompet sampai gendongan bayi. Memang sih, semua barang itu bukan untuk keperluan pribadi, tapi tetap saja merupakan wujud shoppaholic yang cukup parah. Sekitar pukul satu kami keluar dari hiruk pikuk aktifitas jualbeli di DTC. Menerobos hujan rintik-rintik untuk mencari len P. Alhamdulillah, hanya selang beberapa menit sebuah len P lewat. Kami bertiga memasuki len. Ada seorang ibu dan kakek-kakek di bangku kiri dan kanan. Aku duduk di depan kakek itu, sementara kedua temanku duduk di sebelahnya. Haus, kukeluarkan bekal mizoneQ. Seteguk air membasahi kerongkonganku. Tiba-tiba kakek di depanku memanggil pak sopir.
"Nak, kulo mudun karamenjangan mek nggada duwek kale ewu."
"Nggak papa pak." kata pak supir.
"Kulo ketelasan soale." lanjut sang kakek.
Ada desir di hatiku. Aku mulai mengamati kakek itu. Beliau menggenggam erat selembar uang dua ribuan di tangannya. Hal itu semakin membuatku terenyuh. Beliau juga melihatku, aku tersenyum. Kudengar kakek tadi beberapa kali cegukan, akhirnya kutawarkan mizone yang tinggal seperempat botol.
"Minum mbah?"
Kakek tadi menerimanya sambil tersenyum, meminum beberapa teguk kemudian mengucapkan terimakasih. Beliau menutup kembali botol mizone dan menyimpannya. Lalu bertanya padaku,
"Saking karamenjangan nang kenjeran mlaku tebih ta nak?"
"Tebih pak," jawabku dengan sedikit penekanan, "Bapak badhe tindak pundi tho?"
"Nang kenjeran, jemput anak kulo kerjo kale wong cino dadi pembantu. IbukE sakit, dadi badhe kulo ajak mantuk."
"Bapak asale pundi?" tanyaku lagi.
"Nganjuk."
Kami diam sesaat, kemudian beliau kembali bercerita, "Mau digawani kale mbah putri sangang poloh. Perjalanan saking nganjuk telas telong poloh wolu. Lha mau numpak bis saking terminal kulo ndamel duwek seket. Tak jaluk susukE jare kondekturE angko sek mbah susukE. Nang tengah dalan dioper nang bis liyo, malah kulo sing lali gak njalok susukE. Kulo mau didono nang medaeng terus melampah nang joyoboyo. Kulo sek eling kondekturE, tapi tak goleki nang joyoboyo terosE bisE pun brangkat maneh."
"Lan nopo kok dioper mbah?" tanya temanku.
"Terose wonten carteran. sakniki duwikE nggeh karek rong ewu niki. SusukE mau. wong seng seket dereng disusuki."
Ya Rabbi, rasanya air mataku ingin menetes seketika. Kami baru saja belanja besar-besaran sementara ada seorang kakek yang terlunta-lunta di surabaya karena kehabisan ongkos saat menjemput putrinya. Ironi. Ampuni kami ya Rabb,,,
"Bapak sampun nate mriki ta pak? tanyaku.
"Sampun ping kale niki. Biasae saking karangmenjangan numpak len maleh saking pacar keling."
Aku ingat ada len yang menuju arah kenjeran. Biasanya anak-anak yang kuliah di Unmuh Surabaya oper len T2 di pacar keling.
"Owh bener mbak,, ono len T2 nek gak salah ke arah kenjeran. Lewat dalanan mulyosari kan?" kataku pada temanku.
"Engge, lewat mulyosari." Sahut kakek itu semangat.
"Mbah, mangke lenE kersane kulo mawon sing bayar. Yotrone kangge numpak len T mawon." Kata temanku.
"Matur suwun nak," Aku lihat perubahan ekspresi yang luar biasa dari wajah beliau.
Sampai di perempatan karamenjangan kami berempat turun, setelah mengucapkan terimakasih kakek tadi segera berlalu ke arah pacar keling. Sedikit berlari kukejar kakek tadi, kuselipkan beberapa rupiah di tangannya. Dengan ekspresi menyentuh beliau menerimanya sambil mengucapkan terima kasih. Kulihat langkahnya yang semakin menjauh. Hatiku benar-benar tersentuh. Mungkin inilah cara Allah menegurku. Agar aku menghindari gaya hidup berlebihan yang selama ini kujalani. Banyak orang di sekitar yang masih kekurangan.
Satu hal yang aku pelajari dari sang kakek adalah ketabahannya dalam menghadapi hidup. Aku bisa melihat kegelisahan di wajahnya, namun ada semacam keyakinan dan tekad yang kuat terpancar dari cara bicaranya. Kasih sayangnya pada sang istri dan putrinya membuatku benar-benar tersentuh. Kakek,,, terima kasih telah menorehkan pelajaran berharga dalam hidupku. Semoga engkau diberi kebahagiaan untuk kembali berkumpul bersama keluarga. Ya Allah,,, kutitipkan doa untuk untuk istri si kakek, berikan kesembuhan dan perkuat kesabarannya. Semoga mereka dapat menikmati hidup yang lebih baik. Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar