5 Mar 2013

Ngantuk


Lita menghitung permen karet di dalam tasnya, tiga puluh butir untuk tiga ratus menit. Hari ini ada tiga mata kuliah yang dia ambil, masing-masing seratus menit. Menurut perkiraannya, sebutir permen karet mampu membuatnya bertahan selama sepuluh menit, jadi ia butuh tiga puluh permen karet untuk membuatnya tetap terjaga selama tiga ratus menit pelajaran. Sejak dua hari yang lalu Lita menggunakan metode ini untuk mengusir kantuk yang hampir selalu bertengger di matanya tiap jam pelajaran di mulai. Susan yang mengusulkan cara ini. Setelah berbagai cara yang dilakukannya gagal total.
Mulai dari metode TukBit (ngantuk-cubit) yang dipopulerkan Mega si pemilik kuku panjang. Dengan penuh semangat Mega menancapkan jari-jari bercakarnya tiap kali Lita mulai tertunduk dalam. Cara ini memang berhasil membuat Lita terbangun, sayangnya dua hari berjalan ia mulai menyadari ada ukiran tidak wajar di sekujur tubuhnya. Ia merasakan perih yang teramat sangat akibat cakaran jari-jari Mega.

Metode kedua dicetuskan oleh Nissa, anggota paduan suara yang bersuara ngebas. Ia menggunakan metode yang ia sebut TukDor (ngantuk-didor).
“Saat orang ngantuk, saraf-saraf yang ada diotak mulai kendur. Karena itu dia butuh kejutan untuk membuatnya kembali tegang dan bekerja.” Begitu teorinya, “Setiap kali kamu ngantuk, nanti aku kagetin. Dijamin deh, tuh kantuk kagak bakal balik lagi.”
Lita manggut-manggut, masuk akal juga. Mana ada orang yang bisa ngantuk kalau dikagetin pake suara ngebas Nissa.
Satu minggu cara itu berhasil, sampai suatu insiden terjadi. Waktu itu jam kuliah Pak Gatot, guru senior yang sudah berumur tapi super killer. Kelas hening saat beliau menerangkan materi. Ini dia momen yang paling menjengkelkan. Suara beliau yang serak-serak termakan usia bagai melodi yang membuat kelopak mata Lita bergoyang, ke atas, ke bawah, ke atas, ke bawah,, sampai akhirnya matanya benar-benar tertutup. Nissa yang menyadari hal itu segera menarik nafas panjang, dengan kekuatan penuh ia mengeluarkan suara ngebasnya, “Doooorrrrr!!!!!”
Seisi kelas terjingkat. Beberapa malah spontan ngacir ke luar kelas, dikira ada gempa. Sesaat kelas heboh, ada yang mengumpat, ada yang tertawa terbahak-bahak, ada yang ngos-ngosan saking kagetnya, yang tadi ngacir kembali dengan muka pucat. Saat itu kelas benar-benar kacau. Tiba-tiba seorang mahasiswa berteriak, “Pak Gatoooot!!!” semua mata menatap ke depan. Pak Gatot tergeletak pingsan di pawah papan tulis.
Sepuluh hari beliau dirawat di rumah sakit. Penyakit jantungnya kambuh. Nissa diskors satu bulan. Tiga hari berturut-berturut Lita ke kosnya membawa berbagai makanan kesukaannya. Semua ditolak mentah-mentah. Dia benar-benar marah. Kata teman kosnya, dia mengurung diri di kamar, menangis sepanjang hari, nggak mau makan. Lita kelabakan, bagaimanapun juga ini semua karena dia. Bukan salah Nissa kalau ia berkoor untuk membangunkan Lita. Diantar dosen pembimbingnya, Lita mengunjungi Pak Gatot di rumah sakit. Dia meminta maaf atas nama Nissa dan menjelaskan kondisi sebenarnya. Tak disangka dalam kondisi lemah seperti itu, Pak Gatot mendadak jadi baik hati. Beliau memberikan rekomendasi untuk membatalkan skorsing yang diberikan kepada Nissa.
Lita sendiri yang mengantarkan surat rekomendasi itu kepada Nissa. Ia kaget bukan main saat melihat Nissa sedang asyik nonton film dikelilingi setumpuk makanan ringan. Sialan,,
Sejak saat itu Lita tidak mau lagi menggunakan metode yang melibatkan orang lain. Trauma. Ia mulai searching tips-tips menghilangkan kantuk di internet, Koran, dan majalah. Ada yang menyarankan olahraga tiap pagi, minum air berkarbonasi untuk memberikan supplay oksigen yang cukup buat otak, pijat refleksi di antara jempol dan jari telunjuk, sampai ide konyol mengoleskan minyak kayu putih di sekitar mata yang sukses membuat matanya perih bukan main.
Beruntung Susan memberikan ide brilian. “Makan permen karet aja, Lit. kamu nggak mungkin ngantuk kalau sambil ngunyah permen.”
That’s right!
Jadilah kemarin malam dia memborong sekardus permen karet. Dan mulai hari ini ia siap bertarung dengan senjata baru, permen karet. Lita masuk kelas dengan penuh percaya diri. Sepuluh menit pertama sukses, begitu juga sepuluh menit berikutnya. Tips ini benar-benar ampuh.
Satu bulan berlalu dengan sukses. Meskipun kini ia harus menambah kelipatan permen karet yang harus dikonsumsi. Pasalnya, belum sampai sepuluh menit berlalu, kantuknya mulai datang lagi. Terpaksa ia harus segera memakan obat andalannya.
Lita tengah menghitung permen karet untuk bekal hari ini saat perutnya tiba-tiba terasa mual. Ia berlari ke kamar mandi. Belum sempat ia masuk, seluruh isi perutnya tumpah. Kepalanya puyeng, matanya berkunang-kunang, bahkan ia mulai merasakan nyeri di lambungnya. Susan yang baru keluar kamar mandi sampai panik melihat Lita sempoyongan.
“Kamu kenapa, Lit?” ia membopong Lita ke kamar dan membaringkannya.
“Perutku sakit, San. Nyeri. “ jawab Lita.
“Kamu makan apa tadi?”
Lita menggeleng. Ia Cuma makan bubur pagi ini. Masa iya gara-gara itu sampai muntah-muntah.
“Coba ingat-ingat, kamu ada makan yang aneh-aneh nggak?”
Lita mencoba menelusuri apa yang ia makan kemarin. Sarapan lontong sayur, jajan gorengan di kantin, makan siang soto ayam, sore-sore jajan siomay, terus makan malam penyetan lele. Nggak ada yang salah. Eits, tunggu dulu, Lita ingat kejadian jam terakhir kuliah kemarin. Saat itu seperti biasa ia asyik mengunyah permen karet. Entah berapa butir yang sudah ia makan. Semalaman ia begadang menyelesaikan tugas Matematika Statistik yang deadline hari itu. Bu Aisy, dosen MatStat akan pergi haji. Selama cuti satu bulan beliau akan digantikan oleh dosen baru. Karena itu tugas yang seharusnya dikumpulkan akhir semester diajukan satu bulan. Lita mengerjakan tugas itu sampai jam tiga dini hari. Ia cuma punya waktu beberapa jam untuk tidur. Alhasil pagi itu dia benar-benar ngantuk. Masih dalam keadaan mengunyah permen karet, matanya terpejam. Menyisakan bisikan lembut suara Bu Aisy yang tengah membedah satu persatu tugas mahasiswanya.
“Lita!” suara Bu Aisy mampir di ruang dengarnya. Lita masih terlelap.
“Litaaaaa!!!!!!” koor anak-anak sekelas.
Lita terjingkat. Permen karet di mulutnya ngeluyur begitu saja memasuki kerongkongannya.
“Keracunan zat kimia.” Kata dokter yang memeriksa Lita.
“Kok bisa?” susan melihat Lita dan dokter bergantian. Bingung.
Lita cengengesan, “kemarin ketelen permen karet.”
Susan menepuk jidat, “ya ampun, Lita.”
Pak dokter Cuma senyum-senyum sambil menulis resep obat.
Seharian Lita tiduran di kamar. Dia mulai bosan. Masih dengan tubuh lemas dia memutuskan kembali kuliah.
“Nggak usah bawa permen karet!” ujar Susan.
Lita nyengir. “Kalo nanti ngantuk?”
“Makan permen karet juga masih ngantuk. Setidaknya meskipun tidur nggak beresiko.” Celoteh Susan.
Meskipun sedikit ragu, jadi juga Lita berangkat tanpa bekal permen karet. Semoga hari ini peri tidur istirahat ngegodain aku, doanya.
“Nama saya Farhad. Dosen pengganti Bu Aisy selama beliau pergi haji.”
Wow! Lita terbelalak. Seorang pria muda berdiri bersandarkan meja dosen. Seperangkat alat presentasi, laptop dan LCD, menemaninya.
“Denger-denger pak Farhad ini putranya Bu Aisy.” Bisik Susan. “Baru dapet Ph.D di Princeton University, USA tahun ini. Usianya baru 27, lho,,”
What?” Lita kaget. Yang bener saja, baru usia 27 tahun udah Doktor?
Jangankan tertidur, ia bahkan merasa tubuhnya segar bugar, matanya bersinar. Seratus menit berlalu tanpa hambatan.
“Tumben kamu nggak ngantuk?” Mega dan Nissa sekonyong-konyong menghampiri Lita begitu kelas usai. Heran dengan perubahannya.
“Udah sembuh.” Jawab Lita asal.
“Kok bisa?” Tanya Mega heran.
“Diobatin sama Pak Farhad.” Sahut Susan
“Oooo,,” Mega dan Nissa manggut-manggut.
Malam ini Lita mengundang tiga sahabatnya, Susan, Mega dan Nissa untuk merapatkan suatu hal yang mengganggu pikirannya sehari ini.
“Rapat apaan sih, Lit?” Tanya Mega penasaran. Ia terpaksa membatalkan jadwal padycure manicure gara-gara undangan Lita.
“Iya, sepenting apa sih sampai kita dikumpulkan malam-malam begini?” Nissa yang batal latihan paduan suara menimpali pertanyaan Mega.
“Jangan bilang ini masalah Pak Farhad?” tebak Susan sambil menyuguhkan sebungkus keripik singkong.
Lita memasang tampang serius, “hampir benar.”
Ketiga sahabatnya melotot.
“Ya ampun, Lita. Kurang kerjaan banget, sih?” Mega sewot. Ia mengelus kuku-kuku panjangnya yang gagal dapat perawatan.
“Memang ada hubungannya sama pak Farhad. Tapi bukan itu masalah utamanya.” Bela Lita. Ia mengatur posisi duduknya agar lebih nyaman. Lantas dengan gaya seperti detektif Kagoro Mori ia mulai bercerita.
“Ini aneh.” Para pendengarnya mengernyitkan kening. “Sudah berbagai cara kita lakukan untuk menghilangkan kantuk yang selalu menyerangku saat pelajaran. Dari mulai cara-cara normal sampai yang memakan korban.” Sampai disini Nissa manggut-manggut.
“Semua tidak ada yang berhasil. Tapi hari ini, tanpa metode apapun aku justru tidak merasa ngantuk sama sekali.”
“Jangan-jangan ada hubungannya sama pak Farhad?” cetus Susan.
“Nah, itu dia. Aku juga berpikir begitu.”
Sekitar lima menit mereka terdiam. Bermain dengan pikiran masing-masing.
Tiba-tiba pintu terbuka. Donna, mahasiswa psikologi mengintip dari balik pintu.
“Eh, mengganggu yah?”
Susan langsung tanggap, “masuk, Don! Kita mau tanya sesuatu.”
Sahut menyahut mereka menceritakan apa yang terjadi pada Lita kepada Donna.
“Pada umumnya kantuk adalah sinyal dari otak untuk memberitahu bahwa tubuh perlu diistirahatkan. Namun kadang ada orang yang tetap merasa ngantuk meskipun sudah istirahat cukup. Dalam kasus ini bisa jadi ada pengaruh dari sebab yang lain. Diantaranya : kekurangan zat besi, anemia, prediabetes, kurang olahraga, stress, atau kurang minum.” Jelas Donna panjang lebar.
“Seharusnya itu berlangsung terus menerus kan? Tapi kenapa aku justru nggak ngantuk sama sekali pas pelajaran pak Farhad?” kejar Lita.
Donna tersenyum, “ Itu natural. Semua yang dirasakan manusia adalah perintah dari otak. Pernah lihat seseorang yang dihipnotis terus dipukuli? Sebanyak apapun luka di tubuhnya dia tidak akan merasa sakit. Karena pikirannya sudah dikendalikan untuk tidak merasakan sakit. ” Yang lain ngangguk-ngangguk. “Begitu juga dengan kantuk.” Lanjut Donna, “ Jika ada hal-hal yang mampu mempengaruhi pikiran seseorang sehingga mengalihkan kantuk itu, dia bisa saja tidak merasakan kantuk sama sekali. Coba deh ingat-ingat kalau kalian lagi begadang ngerjain tugas. Kenapa kalian bisa kuat terjaga sampai tengah malam, bahkan sampai dini hari?”
“Jadi maksud kamu, penyakit kantukku itu bisa saja karena beberapa sebab yang kamu sebutkan. Tetapi pak Farhad mampu mengalihkan perhatianku sehingga nggak ngantuk lagi.”
“Tepat sekali.” Jawab Donna mantap.
“Terus apa yang harus aku lakukan?”
“Jaga pola makan, istirahat cukup, olahraga teratur. Di samping itu coba tanamkan dalam pikiran kamu suatu hal yang bisa mengalihkan rasa kantukmu. Misalkan target-target tertentu dalam belajar. Jadi, kamu bisa semangat belajar dan antusias menerima pelajaran di kelas.”
Wajah mereka ceria seketika. Nggak salah nih anak belajar psikologi. Mantap!!
Pak Gatot tengah menjelaskan materi aljabar. Tidak seperti biasanya, suara serak beliau terdengar merdu di telinga Lita. Dia begitu tertarik mendengarkan tiap detil uraian materi paling ruwet di jurusan matematika. Kompak dengan matanya yang awas mengamati ukiran lambang-lambang alajabar di papan tulis. Tidak ada kantuk yang merayapi matanya. Ia sudah bertekad untuk mengendalikan pikirannya. Say no to sleepy!!
Dengan senyum merekah ia menoleh kearah sahabat-sahabatnya. Dieng!! Ketiga orang terdekatnya itu sedang terlelap. Berlagak memegang pulpen dan buku tapi mata tertutup. Memang semalam mereka membahas masalah kantuk Lita sampai lewat tengah malam. Olala,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar