13 Feb 2012

Serenade Masa Lalu


11 Februari 2012
Hari pertama menjadi seorang pengajar. Sengaja kuawali hari ini dengan kedatangan telat. Meski aku tau pasti sekolah tempatku mengajar menerapkan apel pagi tiap sabtu, semacam upacara mingguan untuk mengupgrade semangat dan kedisiplinan siswa. Pukul tujuh lewat beberapa menit, aku melangkah menuju bumi pengabdian. Benar-benar melangkah, sebab kekerdilan mentalku menghambat keberanian untuk mengendarai motor. Jam pertamaku di kelas baru dimulai sekitar pukul delapan. Aku teringat guyanan ringan semalam bersama ibu. Nervous, sebab akan mengajar di jam kedua, setelah pak X. Ah, nama itu mengingatkanku pada masa-masa SMP yang penuh kenangan
. Kelas 3 SMP, pak X masuk sebagai guru baru, fresh graduated. Sosok mudanya yang dianugrahi ketampanan dan kecerdasan memikat kami. Atau bukan kami, lebih tepatnya aku. Dan sejak saat itu dia menjadi guru idolaku. Bahkan aku sempat berharap dia akan menikahiku suatu saat. Hehe, mimpi gadis ABG yang sejak awal menolak pacaran.
Ibu tahu pasti aku mengidolakan sosok mempesona itu. Dalam guyonan keluarga, beliau bahkan seringkali menyebut pak X sebagai calon menantu. Yah, tapi itu sebelum beliau resmi menjadi milik orang lain. Pernikahannya cukup memberikan pukulan bagiku. Meskipun aku tidak serta merta menangisinya. Untuk pertama kalinya aku merasa ada sesuatu yang menyakiti hatiku. Beuh,,,
Cukup untuk flashback  masa lalu, kembali ke episode hari pertama mengajar. Aku menuju kelas VII C-2 tepat setelah bel jam pelajaran kedua berbunyi. Kelas masih tertutup. Ragu-ragu kuputar gagang pintu, ada sedikit celah untukku mengintip. Jreng, aku melihat seorang pria berdiri di depan gadis-gadis kecil. Pak X. Cepat-cepat kutarik kembali gagang pintu yang belum sempat kulepas lalu berdiri mematung di luar kelas, bersandar pada tiang penyangga. Menanti detik-detik pertemuan dengan idola masa laluku. Oh God, apa yang ada di pikiranku? Dia bukan lagi Pak X yang dulu. Dia seorang suami, bahkan seorang ayah.
Tidak lama kemudian pintu terbuka, beliau keluar membawa tas besar dan gulungan kabel olor. Aku tersenyum hormat, Pak X juga tersenyum, mengangguk lantas berlalu. Fiuh,
Menjadi guru di kelas unggulan memberikan kesenangan tersendiri. Senang melihat wajah-wajah cerdas yang mampu menangkap materi dengan cepat. Karena hari ini adalah first meeting, kuputuskan untuk memulai waktu dengan perkenalan. Mereka mengenalku, dan aku dengan segala daya upaya mencoba mengenal mereka. Salah satu kekuranganku adalah sulit memasangkan wajah dan nama. Maafkan aku kawan-kawan, aku gagal mengenal kalian. Satu-satunya siswi yang kuingat adalah Melati, sepupuku. Hehe,,
Dua jam pelajaran hanya kuisi dengan cerita-cerita, tentangku, tentang sekolah dulu, bahkan dunia perkuliahan. Semoga ini bukan bagian dari korupsi. Aku berniat memberikan wawasan dan motivasi kepada mereka lewat cerita-ceritaku. Aku ingin mereka menjadi generasi yang berani bermimpi, memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan kebanggan terhadap almamater. Jes, jes, siip,,,
Pelajaran hari itu kuakhiri dengan game ringan yang pernah kudapatkan saat pelatihan. Mereka terhibur. Aku senang melihat wajah penasaran yang terlukis saat mereka mencoba mencari jawaban dari teka-teki yang kuberikan. Aku tahu betul murid butuh hiburan, bukan sekadar mendengar deretan teori yang terkadang tidak semuanya bisa ditangkap. Aku juga mantan siswa SMP. Dan aku tidak ingin membuat mereka tidak nyaman berada di kelas. Seperti yang dulu aku rasakan. Aku ingin menjadi guru, teman atau apapun yang bisa dekat dengan mereka.
Saat jam istirahat, kusempatkan berjalan-jalan di sekitar area pesantren. Subhanallah, sudah begitu banyak perubahan yang terjadi. Gedung MI yang dulu hanya bangunan sederhana kini berubah menjadi gedung tingkat tiga dengan hiasan tanaman di depan kelas. Manis sekali. Gedung asrama juga mengalami pembaharuan, bertambah satu lantai dari yang sebelumnya hanya dua lantai. Bersih dan terjaga. Lebih kaget lagi ketika mengintip area kamar mandi. Dulu aku bahkan lebih memilih menahan pipis daripada memasuki kamar mandi yang kotor dan bau. Tapi sekarang, semuanya bersih dan baru. Sebuah fenomena menarik meninggalkan haru di hatiku saat melewati pancuran yang berjejer di belakang gedung asrama. Beberapa siswa tampak membasuh muka dan lengan. Yah, mereka berwudhu untuk sholat dhuha. Allahu Akbar,,,
Seorang adik kelas yang kini menjabat sebagai Pembina pondok menjelaskan padaku bahwa pesantren kami memiliki MPI (Moslem Personal Insurance). Dimana pendidikan sebagai seorang muslim sejati sangat ditekankan. Alumni Maskumambang harus menjadi sosok seimbang yang memiliki bekal bukan hanya kuat di akademik, namun juga dari segi akhlaq dan aqidah. Itu sebabnya, tiap pagi sebelum pelajaran dimulai diadakan halaqoh, yaitu sesi mengaji dan menghafal Al-Qur’an yang dipimpin oleh murabbi atau wali kelas masing-masing. Selanjutnya siswa juga diharuskan mengisi buku laporan aktifitas harian terkait ibadah, akhlaq dan aqidah. Bukan hanya untuk siswa, bahkan para guru pun diwajibkan mengikuti halaqoh dan kajian rutin tiap minggu. Subhanallah, begitu cepat Engkau merubah Pesantrenku ya Rabb,,,
Aku kembali mengajar pada jam kelima di kelas VII C-1. Kesan pertama yang kurasakan saat melihat mereka adalah aktif dan ceria. Agak keder juga ketika tahu bahwa beberapa dari mereka adalah orang-orang yang pernah terlibat dalam kehidupanku. Dua orang sepupuku ada di situ, beberapa tetangga rumah, dan alumni MI yang dulu sering kukejar-kejar. Kebiasanku dulu saat masih berstatus siswa MTs dan MA adalah mencari anak-anak MI terutama yang masih kelas satu atau dua untuk digodai. Mereka lucu dan menggemaskan. Tidak terasa sekarang mereka sudah tumbuh besar.
Yang juga membuatku kikuk saat aku tau tiga dari murid di kelas tersebut adalah putri guru-guruku dulu. Mampus aja kalau mereka cerita ke orang tua masing-masing tentangku. Pasalnya, dulu aku paling demen ngerjain guru, terlebih guru baru. Bagiku, guru baru adalah sosok paling menyebalkan di dunia, kecuali pak X, hehe. Karena umumnya mereka belum memiliki kemampuan mengajar yang baik. Seringkali malah terkesan lupa-lupa ingat dengan materi yang diajarkan. Makanya aku seneng bikin mereka malu di depan kelas. Dengan gaya sok pinter aku meluruskan penjelasan mereka yang acakadut. Beberapa menyikapinya dengan senyuman, dukungan, tapi ada juga yang malah keluar keringat dingin. Yes!! Itu yang aku suka. Sekarang baru aku rasakan bagaimana menjadi guru baru. Terbiasa memikirkan hal-hal rumit sekarang dipaksa berpikir sederhana. Oh,,, maafkan daku Bapak Ibu guru,,, jangan doakan saya kualat.
Untuk kelas ini, aku sudah bisa memulai pelajaran. Sebab minggu lalu kami sudah melakukan perkenalan singkat ketika aku melaksanakan microteaching, semacam tes untuk melihat kemampuan guru baru. Pelajaran hari itu mengenai bangun segi empat, lengkap dengan sifat-sifat dan rumus-rumus yang terkait. Cukup membosankan mengajar tiga jam pelajaran secara berturut-turut di kelas yang sama. Beruntung jam ketiga terpisah istirahat dhuhur. Akhirnya aku memutuskan untuk belajar outdoor. Semua siswa Nampak senang. Aku lalu membagi mereka menjadi lima kelompok dan menjelaskan tugas yang harus dikerjakan. Respon khas anak-anak saat dibagi kelompok, mereka akan sangat senang kalau berada di kelompok yang sama dengan teman akrabnya, sebaliknya memasang wajah cemberut kalau sekelompok dengan teman yang kurang cocok. Dan itulah yang terjadi hari ini. Seorang anak duduk sendirian di depan pintu kelas saat teman-temannya sibuk mengerjakan tugas. Aku mendekatinya.
“Lho kok nggak kumpul sama teman-temannya? Mana kelompoknya?” tanyaku.
“Tuh, lagi ngerjain di sana. Ngapain juga nyari-nyari kesana.” Kata anak itu sambil menunjuk sekelompok anak yang sibuk mengukur benda-benda.
“Kenapa nggak ikut ngerjain?”
“Habis aku ngomong gini katanya salah, ngomong apa-apa nggak didengerin. Males aku.”
Nah lho, masalah pertama muncul. Seumur-umur belum pernah aku menghadapi kondisi kayak gini. Aku Cuma punya pengalaman jadi asisten dosen, otomatis objek yang kuhadapi adalah mahasiswa yang sudah berpikiran dewasa. Belum pernah kejadian ada mahasiswa yang ngambek karena nggak cocok sama kelompoknya. Hehe, nggak kebayang kalau kejadian beneran. Sepertinya tuh mahasiswa musti dipindah ke taman kawak-kawak.
Aku bingung. Kucoba mengajaknya bicara pelan-pelan, memberi pengertian. Dasar anak SMP. Ngelihat temennya kayak gitu mereka malah ngumpul di depannya sambil Tanya macem-macem ke aku. Kontan saja tuh anak yang udah sensitif jadi makin kebawa suasana. Dan jadilah sebutir, dua butir air mata menetes. Oalah mak,,, apa yang harus kulakukan?? Semakin coba kutenangkan, dia semakin nangis. Akhirnya aku tinggalkan dia sendiri. Cuma sekali-kali aku hampiri dia dan memintanya berhenti menangis.
Syukurlah, akhirnya jam pelajaran berakhir. Satu persatu tiap kelompok menyelesaikan tugasnya. Hingga di penghujung waktu, mereka berebut menyalamiku sebelum pulang. Perjuangan hari ini berakhir. Hari yang indah dan menyenangkan. Semoga hari-hari berikutnya lebih menyenangkan. Teruslah ceria adik-adik kecilku,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar