13 Feb 2012

Sebait Kupu-Kupu

12 Februari 2012
Hari kedua mengajar. Kali ini aku dapat jam pelajaran pertama. Mau nggak mau aku harus menghilangkan kebiasaan telatku. Pukul tujuh kurang lima menit aku sudah siap melangkah menuju pondok. Jam pelajaran pertama dimulai pukul tujuh seperempat. Aku sudah siap dengan dua buku paket di tangan, menunggu bel berbunyi sambil mendengarkan obrolan para guru. Hanya mendengar. Terkadang kusesali diriku yang kurang supel. Mulut cerewetku terbungkam rapat di lingkungan baru. Padahal kalau sudah kenal, alamak,,, aku yakin partner bicaraku kuwalahan menanggapi obrolanku. Hehe,,

Okay, kelas pertama menyambutku dengan senyuman. Satu jam berlalu. Mulai Nampak wajah-wajah lelah yang memaksa diri untuk mendengarkan. Feelku mulai kacau. Aku paling nggak PD kalau ngajar di kelas dan murid-muridnya tidak bersemangat. Seakan aku tidak bisa memberikan kenyamanan belajar buat mereka. Kucoba mengkomunikasikan hal itu pada mereka.
“Kok kayaknya ngantuk semua yah?” kataku.
“Iya, Miss. Keluar yuk.” Jawab mereka serempak.
Kualihkan padanganku ke arah jendela luar. Lalu,,,
“Okay,,, saya akan berikan tugas kelompok. Kalian boleh mengerjakan dimanapun, boleh di luar atau di dalam kelas.”
Mereka bersorak riang. Belajar outdoor selalu disenangi anak-anak. Akupun berperan sebagai pembimbing yang berkeliling mengarahkan mereka mengerjakan tugas masing-masing. Bukan anak-anak kalau tidak memiliki rasa cemburu yang tinggi. Beberapa kali mereka adu mulut memperebutkanku. Jeilee,,, berasa artis.
Lain anak-anak, lain pula orang dewasa. Ternyata tidak semua guru beranggapan belajar outdoor  perlu diterapkan. Saat aku memasuki ruang guru, seorang guru yang berpapasan denganku berkata ke guru lain.
“Enak pancen nek arek-arek digowo metu, ngulang arang-arang ae.” Sepertinya beliau tidak menyadari kehadiranku. Begitu mata kami bertemu, beliau tersenyum canggung, “Koyok Bu Millah iki.”
Aku tersenyum kecut. Semoga beliau tidak benar-benar sedang mengungkapkan ketidaksetujuannya. Mungkin aku saja yang negative thinking. Tapi entah kenapa kata-kata ngulang arang-arang ae menusuk hatiku. Ya Allah, aku sama sekali tidak berniat untuk lari dari tanggung jawab. Mereka hanya belajar outdoor bukan bermain. Dan aku tetap mengajari mereka mengerjakan tugas yang kuberikan, tidak serta merta aku bersantai-santai dan membiarkan mereka kerja sendiri.
Jam ketiga mengajar membuatku sedikit tidak bersemangat. Beruntung murid-muridku menyambut dengan ceria, memberikan secercah cahaya yang menyinari hatiku. Luph you girls,,, mereka belajar dengan antusias. Aku senang melihat wajah-wajah cerdas mereka.
Saat jam istirahat tiba, aku memutuskan menghabiskan waktu di perpustakaan. Membangkitkan hobi membaca yang sejak dulu belum berhasil kumiliki. Baru beberapa menit, kantuk menyergapku. Kepalaku mulai pusing. Konsentrasiku buyar, malah kata-kata guru tadi terus terngiang-ngiang. Sekuat mungkin kucoba menepis prasangka buruk. Kuluruskan niatku untuk mengabdi. Memberikan yang terbaik untuk pesantren yang membesarkanku. Aku teringat film-film yang mengambil background sekolah. Banyak yang menceritakan tentang guru-guru yang menciptakan perubahan. Jalan mereka selalu berliku. Tidak ada dukungan dari rekan guru. Namun satu yang pasti, mereka selalu berusaha memberikan kenyamanan belajar untuk murid-muridnya. Menjadi teman, bukan sosok yang ditakuti. Dan semuanya happy ending, I hope so,,,
Aku berusaha sekuat mungkin bersikap akrab pada guru-guru yang lain. Tapi nihil, aku bukan orang yang bisa memulai obrolan dengan orang baru. Padahal semua guru terbuka padaku, tapi aku tetap merasa asing. Tapi aku yakin, tidak butuh waktu lama untuk kembali menjadi diriku sendiri. Mari kita lihat, berapa minggu, bulan atau tahun yang kubutuhkan.
Saat sholat dhuhur aku mbuntut guru-guru yang lain sholat jamaah di aula sekolah. Fantastic!! Aula sudah dipenuhi santriwati yang akan ikut sholat berjamaah. Beberapa menit menunggu, hingga satu persatu para santri berdiri. Aku pikir sholat dhuhur akan dimulai. Tapi kok mereka sholat sendiri-sendiri. Subhanallah,,, mereka sholat sunnah qobliyah. Menahan rasa kagum aku turut melaksanakan sholat sunnah qobliyah. Sholat jamaah diimami secara bergilir oleh guru putri. Setelah sholat, seorang santri maju dan memberikan ceramah singkat. Suasana itu mengingatkanku pada masa-masa sekolah. Sudah lama sekali, empat tahun yang lalu,,,
Jam terakhirku mengajar di jam ketujuh. Awalnya proses belajar mengajar berlangsung biasa saja. Namun beberapa menit sebelum jam pelajaran berakhir, sesuatu mengejutkanku. Seorang siswi maju dan menyerahkan selembar kertas berwarna hijau.
“Miss, dapat puisi dari Devi.” Katanya.
Aku menerimanya dengan mimik bingung. Kubaca tulisan yang ada di barisan teratas.
2 = Miss Millah
4_M = Devi
Dan beberapa bait puisi berjudul Kupu-kupu. Rasa haru menyergapku. Untuk pertama kalinya aku merasa benar-benar bermakna buat mereka. Tiba-tiba saja aku mendapat asupan semangat yang luar biasa kuat. Biarlah orang lain berpikir macam-macam. Aku hanya percaya Allah menilai segala sesuatu dari niat. Semoga Allah menetapkan hati dan niatku di jalanNya. Perjuangan masih panjang. Akan ada puluhan bahkan mungkin ratusan aral yang menantiku. Tetaplah melangkah Miel,,, hari esok membutuhkan perjuangan lebih,,,
Puisi Kupu-kupu dapat dilihat di sini kupu-kupu-Devi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar