Lita menghitung permen karet di
dalam tasnya, tiga puluh butir untuk tiga ratus menit. Hari ini ada tiga mata
kuliah yang dia ambil, masing-masing seratus menit. Menurut perkiraannya,
sebutir permen karet mampu membuatnya bertahan selama sepuluh menit, jadi ia
butuh tiga puluh permen karet untuk membuatnya tetap terjaga selama tiga ratus
menit pelajaran. Sejak dua hari yang lalu Lita menggunakan metode ini untuk mengusir
kantuk yang hampir selalu bertengger di matanya tiap jam pelajaran di mulai.
Susan yang mengusulkan cara ini. Setelah berbagai cara yang dilakukannya gagal
total.
Mulai dari metode TukBit (ngantuk-cubit)
yang dipopulerkan Mega si pemilik kuku panjang. Dengan penuh semangat Mega
menancapkan jari-jari bercakarnya tiap kali Lita mulai tertunduk dalam. Cara
ini memang berhasil membuat Lita terbangun, sayangnya dua hari berjalan ia
mulai menyadari ada ukiran tidak wajar di sekujur tubuhnya. Ia merasakan perih
yang teramat sangat akibat cakaran jari-jari Mega.
Metode kedua dicetuskan oleh
Nissa, anggota paduan suara yang bersuara ngebas. Ia menggunakan metode yang ia
sebut TukDor (ngantuk-didor).
“Saat orang ngantuk, saraf-saraf
yang ada diotak mulai kendur. Karena itu dia butuh kejutan untuk membuatnya
kembali tegang dan bekerja.” Begitu teorinya, “Setiap kali kamu ngantuk, nanti
aku kagetin. Dijamin deh, tuh kantuk kagak bakal balik lagi.”
Lita manggut-manggut, masuk akal
juga. Mana ada orang yang bisa ngantuk kalau dikagetin pake suara ngebas Nissa.
Satu minggu cara itu berhasil,
sampai suatu insiden terjadi. Waktu itu jam kuliah Pak Gatot, guru senior yang
sudah berumur tapi super killer. Kelas hening saat beliau menerangkan materi.
Ini dia momen yang paling menjengkelkan. Suara beliau yang serak-serak termakan
usia bagai melodi yang membuat kelopak mata Lita bergoyang, ke atas, ke bawah,
ke atas, ke bawah,, sampai akhirnya matanya benar-benar tertutup. Nissa yang
menyadari hal itu segera menarik nafas panjang, dengan kekuatan penuh ia
mengeluarkan suara ngebasnya, “Doooorrrrr!!!!!”
Seisi kelas terjingkat. Beberapa
malah spontan ngacir ke luar kelas, dikira ada gempa. Sesaat kelas heboh, ada
yang mengumpat, ada yang tertawa terbahak-bahak, ada yang ngos-ngosan saking
kagetnya, yang tadi ngacir kembali dengan muka pucat. Saat itu kelas
benar-benar kacau. Tiba-tiba seorang mahasiswa berteriak, “Pak Gatoooot!!!”
semua mata menatap ke depan. Pak Gatot tergeletak pingsan di pawah papan tulis.
Sepuluh hari beliau dirawat di
rumah sakit. Penyakit jantungnya kambuh. Nissa diskors satu bulan. Tiga hari
berturut-berturut Lita ke kosnya membawa berbagai makanan kesukaannya. Semua
ditolak mentah-mentah. Dia benar-benar marah. Kata teman kosnya, dia mengurung
diri di kamar, menangis sepanjang hari, nggak mau makan. Lita kelabakan,
bagaimanapun juga ini semua karena dia. Bukan salah Nissa kalau ia berkoor
untuk membangunkan Lita. Diantar dosen pembimbingnya, Lita mengunjungi Pak Gatot
di rumah sakit. Dia meminta maaf atas nama Nissa dan menjelaskan kondisi
sebenarnya. Tak disangka dalam kondisi lemah seperti itu, Pak Gatot mendadak
jadi baik hati. Beliau memberikan rekomendasi untuk membatalkan skorsing yang
diberikan kepada Nissa.
Lita sendiri yang mengantarkan
surat rekomendasi itu kepada Nissa. Ia kaget bukan main saat melihat Nissa
sedang asyik nonton film dikelilingi setumpuk makanan ringan. Sialan,,
Sejak saat itu Lita tidak mau
lagi menggunakan metode yang melibatkan orang lain. Trauma. Ia mulai searching tips-tips menghilangkan kantuk
di internet, Koran, dan majalah. Ada yang menyarankan olahraga tiap pagi, minum
air berkarbonasi untuk memberikan supplay oksigen yang cukup buat otak, pijat
refleksi di antara jempol dan jari telunjuk, sampai ide konyol mengoleskan
minyak kayu putih di sekitar mata yang sukses membuat matanya perih bukan main.
Beruntung Susan memberikan ide
brilian. “Makan permen karet aja, Lit. kamu nggak mungkin ngantuk kalau sambil
ngunyah permen.”
That’s
right!
Jadilah kemarin malam dia memborong
sekardus permen karet. Dan mulai hari ini ia siap bertarung dengan senjata
baru, permen karet. Lita masuk kelas dengan penuh percaya diri. Sepuluh menit
pertama sukses, begitu juga sepuluh menit berikutnya. Tips ini benar-benar
ampuh.
Satu bulan berlalu dengan sukses.
Meskipun kini ia harus menambah kelipatan permen karet yang harus dikonsumsi.
Pasalnya, belum sampai sepuluh menit berlalu, kantuknya mulai datang lagi.
Terpaksa ia harus segera memakan obat andalannya.
Lita tengah menghitung permen karet
untuk bekal hari ini saat perutnya tiba-tiba terasa mual. Ia berlari ke kamar
mandi. Belum sempat ia masuk, seluruh isi perutnya tumpah. Kepalanya puyeng,
matanya berkunang-kunang, bahkan ia mulai merasakan nyeri di lambungnya. Susan
yang baru keluar kamar mandi sampai panik melihat Lita sempoyongan.
“Kamu kenapa, Lit?” ia membopong
Lita ke kamar dan membaringkannya.
“Perutku sakit, San. Nyeri. “
jawab Lita.
“Kamu makan apa tadi?”
Lita menggeleng. Ia Cuma makan
bubur pagi ini. Masa iya gara-gara itu sampai muntah-muntah.
“Coba ingat-ingat, kamu ada makan
yang aneh-aneh nggak?”
Lita mencoba menelusuri apa yang
ia makan kemarin. Sarapan lontong sayur, jajan gorengan di kantin, makan siang
soto ayam, sore-sore jajan siomay, terus makan malam penyetan lele. Nggak ada
yang salah. Eits, tunggu dulu, Lita ingat kejadian jam terakhir kuliah kemarin.
Saat itu seperti biasa ia asyik mengunyah permen karet. Entah berapa butir yang
sudah ia makan. Semalaman ia begadang menyelesaikan tugas Matematika Statistik
yang deadline hari itu. Bu Aisy, dosen MatStat akan pergi haji. Selama cuti
satu bulan beliau akan digantikan oleh dosen baru. Karena itu tugas yang
seharusnya dikumpulkan akhir semester diajukan satu bulan. Lita mengerjakan
tugas itu sampai jam tiga dini hari. Ia cuma punya waktu beberapa jam untuk
tidur. Alhasil pagi itu dia benar-benar ngantuk. Masih dalam keadaan mengunyah
permen karet, matanya terpejam. Menyisakan bisikan lembut suara Bu Aisy yang
tengah membedah satu persatu tugas mahasiswanya.
“Lita!” suara Bu Aisy mampir di
ruang dengarnya. Lita masih terlelap.
“Litaaaaa!!!!!!” koor anak-anak
sekelas.
Lita terjingkat. Permen karet di
mulutnya ngeluyur begitu saja memasuki kerongkongannya.
“Keracunan zat kimia.” Kata
dokter yang memeriksa Lita.
“Kok bisa?” susan melihat Lita
dan dokter bergantian. Bingung.
Lita cengengesan, “kemarin
ketelen permen karet.”
Susan menepuk jidat, “ya ampun,
Lita.”
Pak dokter Cuma senyum-senyum
sambil menulis resep obat.
Seharian Lita tiduran di kamar.
Dia mulai bosan. Masih dengan tubuh lemas dia memutuskan kembali kuliah.
“Nggak usah bawa permen karet!”
ujar Susan.
Lita nyengir. “Kalo nanti
ngantuk?”
“Makan permen karet juga masih
ngantuk. Setidaknya meskipun tidur nggak beresiko.” Celoteh Susan.
Meskipun sedikit ragu, jadi juga Lita
berangkat tanpa bekal permen karet. Semoga
hari ini peri tidur istirahat ngegodain aku, doanya.
“Nama saya Farhad. Dosen
pengganti Bu Aisy selama beliau pergi haji.”
Wow! Lita terbelalak. Seorang
pria muda berdiri bersandarkan meja dosen. Seperangkat alat presentasi, laptop
dan LCD, menemaninya.
“Denger-denger pak Farhad ini
putranya Bu Aisy.” Bisik Susan. “Baru dapet Ph.D di Princeton University, USA
tahun ini. Usianya baru 27, lho,,”
“What?” Lita kaget. Yang bener saja, baru usia 27 tahun udah Doktor?
Jangankan tertidur, ia bahkan
merasa tubuhnya segar bugar, matanya bersinar. Seratus menit berlalu tanpa
hambatan.
“Tumben kamu nggak ngantuk?” Mega
dan Nissa sekonyong-konyong menghampiri Lita begitu kelas usai. Heran dengan
perubahannya.
“Udah sembuh.” Jawab Lita asal.
“Kok bisa?” Tanya Mega heran.
“Diobatin sama Pak Farhad.” Sahut
Susan
“Oooo,,” Mega dan Nissa
manggut-manggut.
Malam ini Lita mengundang tiga
sahabatnya, Susan, Mega dan Nissa untuk merapatkan suatu hal yang mengganggu
pikirannya sehari ini.
“Rapat apaan sih, Lit?” Tanya
Mega penasaran. Ia terpaksa membatalkan jadwal padycure manicure gara-gara undangan Lita.
“Iya, sepenting apa sih sampai
kita dikumpulkan malam-malam begini?” Nissa yang batal latihan paduan suara
menimpali pertanyaan Mega.
“Jangan bilang ini masalah Pak
Farhad?” tebak Susan sambil menyuguhkan sebungkus keripik singkong.
Lita memasang tampang serius,
“hampir benar.”
Ketiga sahabatnya melotot.
“Ya ampun, Lita. Kurang kerjaan
banget, sih?” Mega sewot. Ia mengelus kuku-kuku panjangnya yang gagal dapat
perawatan.
“Memang ada hubungannya sama pak
Farhad. Tapi bukan itu masalah utamanya.” Bela Lita. Ia mengatur posisi
duduknya agar lebih nyaman. Lantas dengan gaya seperti detektif Kagoro Mori ia
mulai bercerita.
“Ini aneh.” Para pendengarnya
mengernyitkan kening. “Sudah berbagai cara kita lakukan untuk menghilangkan
kantuk yang selalu menyerangku saat pelajaran. Dari mulai cara-cara normal
sampai yang memakan korban.” Sampai disini Nissa manggut-manggut.
“Semua tidak ada yang berhasil.
Tapi hari ini, tanpa metode apapun aku justru tidak merasa ngantuk sama
sekali.”
“Jangan-jangan ada hubungannya
sama pak Farhad?” cetus Susan.
“Nah, itu dia. Aku juga berpikir
begitu.”
Sekitar lima menit mereka
terdiam. Bermain dengan pikiran masing-masing.
Tiba-tiba pintu terbuka. Donna,
mahasiswa psikologi mengintip dari balik pintu.
“Eh, mengganggu yah?”
Susan langsung tanggap, “masuk,
Don! Kita mau tanya sesuatu.”
Sahut menyahut mereka
menceritakan apa yang terjadi pada Lita kepada Donna.
“Pada umumnya kantuk adalah
sinyal dari otak untuk memberitahu bahwa tubuh perlu diistirahatkan. Namun
kadang ada orang yang tetap merasa ngantuk meskipun sudah istirahat cukup.
Dalam kasus ini bisa jadi ada pengaruh dari sebab yang lain. Diantaranya :
kekurangan zat besi, anemia, prediabetes, kurang olahraga, stress, atau kurang
minum.” Jelas Donna panjang lebar.
“Seharusnya itu berlangsung terus
menerus kan? Tapi kenapa aku justru nggak ngantuk sama sekali pas pelajaran pak
Farhad?” kejar Lita.
Donna tersenyum, “ Itu natural.
Semua yang dirasakan manusia adalah perintah dari otak. Pernah lihat seseorang
yang dihipnotis terus dipukuli? Sebanyak apapun luka di tubuhnya dia tidak akan
merasa sakit. Karena pikirannya sudah dikendalikan untuk tidak merasakan sakit.
” Yang lain ngangguk-ngangguk. “Begitu juga dengan kantuk.” Lanjut Donna, “
Jika ada hal-hal yang mampu mempengaruhi pikiran seseorang sehingga mengalihkan
kantuk itu, dia bisa saja tidak merasakan kantuk sama sekali. Coba deh
ingat-ingat kalau kalian lagi begadang ngerjain tugas. Kenapa kalian bisa kuat
terjaga sampai tengah malam, bahkan sampai dini hari?”
“Jadi maksud kamu, penyakit
kantukku itu bisa saja karena beberapa sebab yang kamu sebutkan. Tetapi pak
Farhad mampu mengalihkan perhatianku sehingga nggak ngantuk lagi.”
“Tepat sekali.” Jawab Donna
mantap.
“Terus apa yang harus aku
lakukan?”
“Jaga pola makan, istirahat
cukup, olahraga teratur. Di samping itu coba tanamkan dalam pikiran kamu suatu
hal yang bisa mengalihkan rasa kantukmu. Misalkan target-target tertentu dalam
belajar. Jadi, kamu bisa semangat belajar dan antusias menerima pelajaran di
kelas.”
Wajah mereka ceria seketika.
Nggak salah nih anak belajar psikologi. Mantap!!
Pak Gatot tengah menjelaskan
materi aljabar. Tidak seperti biasanya, suara serak beliau terdengar merdu di
telinga Lita. Dia begitu tertarik mendengarkan tiap detil uraian materi paling
ruwet di jurusan matematika. Kompak dengan matanya yang awas mengamati ukiran
lambang-lambang alajabar di papan tulis. Tidak ada kantuk yang merayapi
matanya. Ia sudah bertekad untuk mengendalikan pikirannya. Say no to sleepy!!
Dengan senyum merekah ia menoleh
kearah sahabat-sahabatnya. Dieng!! Ketiga orang terdekatnya itu sedang
terlelap. Berlagak memegang pulpen dan buku tapi mata tertutup. Memang semalam
mereka membahas masalah kantuk Lita sampai lewat tengah malam. Olala,,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar