Tulisan
ini sudah lama kutulis di blogQ satunya <nazhrul.blogspot.com>
, tapi sudah jarang diupdate. Karena blog ini sepertinya lebih rame,,, jadi
takposting ulang di sini. Semoga bisa menginspirasi.
PSI
3 baru saja berlalu, namun kenangan demi kenangan masih saja hilir mudik di
kepalaku, menyentuh dasar hatiku, menumbuhkan bunga tidurku, mempermainkan
pikiranku hingga tak sedetikpun waktu kujalani tanpa senyum bahagia yang
mengharu-biru. Bismillah, kubuka catatan ini dengan sebait kata lebay
yang begitu saja menuntun tanganku memencet beberapa tombol keyboard. Berharap
ada keseriusan yang terpancar dari tiap untaian kata,,,
Dimulai
dengan masa screening yang membuatku harus mengelap peluh berulang kali,
mengusap lembut bulir bening yang muncul di sudut mataku. Bukan karena saking angelE,
bukan pula saking nderdegE apalagi saking seremE para screener.
Justru peluh dan air mata itu menjadi bukti bahwa screening GeJe lebih efektif
(hehehe,,,). Aku ingat betul, masa itu dibagi menjadi tiga sesi. Sesi ghibah,
sesi toefl bahasa arab, dan sesi ramah tamah (baca : sesi kelembagaan, sesi
tahfidz dan tahsin, dan sesi tsaqofah Islamiyah).
Aku
punya alasan sendiri memberikan nama itu untuk tiap sesi. Pertama, sesi ghibah.
Dibuka dengan bismillah dan diakhiri Alhamdulillah, bukan itu sih alasannya.
Sesi ini mengantarkanku untuk berargumen mengenai organisasi dakwah kampu ITS,
khususnya JMMI (Jamaah Masjid Manarul Ilmi). Bukan Miel namanya kalo bisa over
serius memberikan pendapat apalagi screenernya budhe waDiq BPM (pisss,budz…).
Alhasil sesi ini sukses menjadi forum ghibah yang luar biasa. Eits,jangan
su’udzon dulu. insyaAllah kami sudah professional dalam berghibah (nah lo??).
Alhamdulillah, topik ghibah kami hanya terbatas pada kondisi dakwah kampus saat
ini, khususnya yang berkaitan dengan sepak terjang JMMI di kancah nasional,
kejauhan, di ITS dan sekitar maksudnya. Sesi ini berakhir dengan masalah
mukenah kucel yang kurang mendapat perhatian pengurus.
Sesi
kedua, toefl bahasa arab. Seharusnya sesi ini menjadi saat paling syahdu dan
menyentuh hati. Di mana akan mengalun ayat-ayat cinta yang menggetarkan. Namun,
keterbatasanku membuat sang screener harus mampu mencari cara lain untuk
memaksaku buka mulut. Muraja’ahku kacau, hafalan yang hanya sepertiga puluh
dari Al-Qur’an itu menguap begitu saja. Menyisakan potongan ayat-ayat yang tak
mampu kurangkai dalam urutan yang benar. Beruntung Bulek KD (screener saat itu)
cukup cerdas untuk membantuku menemukan kata demi kata yang kemudian kurangkai
menjadi ayatNya. Yah, sesi ini lantas berganti menjadi forum transletting,
dari bahasa Indonesia ke bahasa Arab. Dengan sabar bulek mendikteku dengan
kata-kata dalam bahasa Indonesia yang lantas kuterjemahkan dalam bahasa arab
(dibantu ilmu nahwu-shorof yang juga hampir kedelete). Menurut
perkiraanku, minimal ada nilai C tertulis di rapor screeningku.
Sesi
ketiga, ramah tamah. Sesi ini yang paling seru. Dipandu Cing Syika yang entah
kesambet setan apa sehingga berubah menjadi sosok dermawan nan menawan
(maksudE??). Berdasarkan pengalaman banyak peserta ujian yang menyogok
pengujinya untuk mendapat kelulusan. Tapi ternyata hal itu nggak berlaku di
screening PSI 3. Aku yang lemah dan tak berdaya ini begitu beruntung diuji oleh
screener berhati malaikat. Dengan senyumnya yang khas, beliau merogoh tas dan
mengeluarkan sesuatu yang terbungkus selembar kertas. “Kita screeningnya
nyantai aja yah,,,” katanya sambil membuka bungkusan itu. Zat padat warna coklat
menyeruak, mengeluarkan aroma yang membuatku tak tahan lagi untuk tidak
menyantapnya. Sesi ini berlangsung damai.
Beberapa
hari kulalui dalam kegelisahan. Menunggu hasil screening yang tak kunjung tiba.
Pikiranku buntu, tak mampu menyerap informasi apapun. Mulutku terus terkatub,
tak mampu menerima apapun meski hanya setetes air dan sebutir nasi. Tiap malam
aku terjaga, mengingat kembali masa screening yang membuatku enggan memejamkan
mata. Hariku hampa, senyum pudar yang nampak dari wajahku bahkan turut
mengundang simpati keluarga kucing yang menghuni blok D asrama ITS. Mereka
terus mengeong, menghiburku dengan tingkah lucu mereka. Namun semua sia-sia,
aku tetap terpuruk dalam penantian. (PERHATIAN, kisah dalam paragraf ini hanya fiktif belaka, hehe).
Akhirnya
kabar itu datang, lewat sms manis mbak kaput yang mengabarkan kelulusanku.
Episode selanjutnya adalah perjalananku mengupas detik PSI 3…
Malam
Sabtu at SDIT Al-Uswah, materi pertama cukup membuatku keki dengan gaya bicara
dan sapaan mbak pemateri. Logat makassar yang mengalir melalui tiap katanya
mengingatkanku pada sosok inspirator yang beberapa tahun lalu menuntunku untuk
terus bersyukur atas nikmatNya. Sapaan yang ia lontarkan pada peserta justru
membuatku geli ,”Ustadzah, silahkan baca surat … ayat …”. Dengan ilmu agama
yang baru seujung kuku, pantaskah aku menerima sebutan itu?
Sabtu
pagi, masih di SDIT. Syahdu kudengar alunan dzikir ma’tsurat yang mengiringi
sang surya merangkak meninggalkan peraduannya. Dilanjutkan taujih singkat dari
beberapa peserta yang mengupas essai masing-masing. Asupan ruhiyah udah cukup, step
to the next charger. Berbekal ilmu senam yang terbatas, peserta PSI 3 siap
mengguncang bumi SDIT dengan berbagai gaya gerak badan. Panitia tak kurang
akal, demi menumbuhkan semangat dan inspirasi peserta, maka music pengiringpun
diolah sedemikian rupa hingga mampu meluluhlantakkan tiap persendian, memeras
habis tetes keringat, dan menyisakan tawa berderai yang memicu senyum mentari
di pagi hari. Dia menjadi saksi, seberkas cahaya ukhuwah telah terpancar.
Materi
demi materi berlalu dengan iringan semangat dan antusiasme PSIer. Momen itu
menjadi saat paling berarti dalam pembentukan pemahaman dan perasaan terikat
pada dakwah kampus. Di situlah kami mendapat gambaran kondisi dakwah kampus
saat ini. Dari berbagai pergerakan yang muncul, makna dan tindakan yang harus
diambil sampai cara untuk menganalisa posisi organisasi dakwah Islam tertinggi
di ITS, JMMI, dalam matriks TOWS.
Satu
hal yang menarik dari serangkaian kegiatan ini adalah ditegakkannya
kedisiplinan, baik peserta maupun panitia. Tercatat delapan orang akhwat yang
dinyatakan bermasalah dalam kedisiplinan dan terpaksa harus menghadap komdis.
Bukan hal yang aneh sebenarnya kalo kita menerima hukuman atas pelanggaran yang
dilakukan. Tapi lucunya, mengangkat nama ukhuwah dan kepedulian, hukuman fisik
yang terbagi tidak rata untuk masing-masing terdakwa secara bijaksana dapat
kita sama ratakan. Yah, total 75 banding itu akhirnya dibagi rata.
Masing-masing orang 10 banding dengan kelebihan nominal sebagai tabungan
untuk hukuman selanjutnya.
Kami
menyambut senja dengan sebuah simulasi sederhana yang memposisikan kami sebagai
AHWA JMMI. Tiga kelompok dibentuk dengan konten lengkap, ikhwan akhwat. Sock,
kata itu yang pertama memenuhi relung hatiku mendengar nama-nama kelompokku.
Tiga akhwat termasuk diriku harus bekerjasama dengan empat orang dari golongan
Adam. Aku membayangkan diriku berada di sebuah kastil negeri dongeng dengan dua
orang putri yang begitu lembut dan kalem. Sementara diriku
adalah si pendongeng yang tak henti mengoceh menyampaikan kisahnya. Bukan hanya
itu, empat ikhwan yang menjadi lawan main kami bahkan belum kukenal sama
sekali.
Hampir
aku kehilangan semangat hidup dan berniat mengakhirinya dengan makan gimbal
tempe sebanyak-banyaknya (gak nyambung,,). Beruntung salah satu putri itu
berkata, “Anti nggak kenal mereka sama sekali ta, Ukh? Itu loh SC-SC GMAIL..”.
Nah
lo, maksudnya apa nih. Masak aku harus ikut-ikutan reuniannya anak-anak GMAIL
sementara aku masih punya keluarga rimba (SC RDK,hehe,,). Kekhawatiranku tak
terbukti, ternyata kerjasama kami berlangsung lancar meskipun tanpa melalui
proses ta’aruf (??). Syuro perdana sore itu dihadiri tiga ikhwan dan tiga
akhwat. Ngenes, nggak satupun dari peserta syuro yang pernah mengenyam bangku
LKMM TM. Padahal tugas yang diberikan adalah menganalisa kondisi JMMI dan
mencari strategi untuk menyempurnakan kekurangannya. Namun itu tidak membuat
kami putus asa, dengan keterbatasan pengetahuan kami mencoba menganalisa
kondisi JMMI menurut kacamata masing-masing. Sayangnya hanya beberapa orang
saja anggota kelompokku yang pake kacamata. Nggak ada hubungannya sih sebenerE,
pake kacamata atau nggak. Intinya kita coba melakukan yang terbaik meskipun
harus berada dalam tekanan salah satu ikhwan yang ribut minta cepet mandi, baru
kali ini aku menemukan ikhwan yang pengen syuro segera berakhir dengan alasan
pengen mandi, subhanallah,,,
Syuro
diakhiri dengan penugasan agar seluruh anggota berguru pada teman-teman alumni
LKMM TM mengenai cara pembuatan matriks TOWS. Dengan legowo teman-teman akhwat
menerima tugas tambahan untuk membuat desain powerpoint yang akhirnya membuat
mataku terjaga hingga lewat tengah malam.
Malem
mingguku kali ini benar-benar berbeda. Akhirnya aku bisa memahami mengapa
banyak remaja suka datang ke diskotik dan tempat-tempat sejenisnya hanya untuk
sekedar berajep-ajep. Waktu itu sekitar pukul setengah sepuluh malam, keletihan
yang membekas setelah mengikuti rangkaian kegiatan hari itu nampak jelas di
mata PSIer. Sebenarnya kita bisa dengan leluasa mengistirahatkan diri jika saja
tidak ada deadline tugas yang menunggu keesokan harinya. Dengan mata kuyu dan
tak bertenaga, aku dan PSIer lainnya menghampiri mbak-mbak PH yang sudah siap
di depan layar laptop. Seberkas senyum tersungging, diikuti jajaran kata yang
membuat kami sedikit kelabakan. “Oke, biar nggak ngantuk kita senam malem
yah!!”.
Gubrak!!
Nggak
tau apa kalo seluruh badan kita dah ngilu-ngilu. Tapi, ada benarnya juga sih.
Cuma gerak badan yang membuat mata jadi enggan merengek-rengek minta merem.
Kami sepakat. Sebuah lagu dengan ritme menghentak-hentak dilantunkan, memaksa
kami untuk menggerakkan seluruh badan. 1, 2, 3…selama beberapa menit kami
terbawa alunan musik yang kemudian memulihkan otot-otot yang sedari tadi
tegang. Yaps, kami akhirnya siap berkelut dengan tugas masing-masing.
Waktu
menunjukkan hampir jam sebelas malam. Tampilan power pointku belum sempurna.
Kutoleh dua putri yang menemani perjalananku, mereka sudah terlelap dalam
bingkai mimpi. Tekadku sudah bulat, PPTku harus selesai malam ini juga. Masih
ada tiga akhwat lain yang terjaga. Mereka juga sibuk dengan tugas kelompok
masing-masing. Bedanya, mereka tengah membahas AKO RPO, sementara aku dengan
data kosong berencana menarik perhatian peserta dengan tampilan powerpoint yang
wah.
Nelongso
aku mendengar obrolan mereka yang notabennya alumni LKMM TM. Diskusi panjang
mereka terdengar berbobot, “Eh, kita bikin fishbone dulu yah. Kelompokmu
udah nyampe mana?”
Yang
ditanya menjawab, “Baru bikin tulang aja, belum sampek durinya.”
Aku
melongo, di benakku tergambar sebuah kepala ikan diikuti tulang-tulang lurus
yang makin mengecil mendekati ekor. Mirip gambar yang biasanya ada di kaos-kaos
distro. Pikiranku semakin kalut. Tulang? Duri? Perasaan nggak ada bagian-bagian
itu di tugas kelompokku. Dilingkupi perasaan minder yang teramat sangat, aku
berdoa agar Yang Maha Kuasa memberikan sedikit petunjukNya pada kami. Minimal
tidak membuat kami terlihat cupu dan memalukan. Kuakhiri hari yang melelahkan
ini dengan sebuah doa di penghujung pukul satu dini hari.
Hari ketiga dan terakhir rangkaian acara PSI 3. Asupan ruhiyah hari ini
diwakili dengan kegiatan SMS (Sunday Morning Spirit) yang membahas
masalah kepemimpinan Rasul. Tidak dapat dipungkiri kalau beberapa dari kami
kurang bisa menangkap materi dengan baik. Bukan karena penjelasannya yang
kurang jelas atau pembawaan sang ustadz yang kurang menarik, hanya saja pikiran
kami masih dilingkupi bagian demi bagian faktor SWOT yang belum sempurna.
Dengan tampang melas aku meminta penjelasan mengenai hal tersebut pada soulmateku,
wakabiro Admin BPM. Tapi percuma,
aku sudah terlanjur down.
Penderitaan kami tidak berhenti sampai di situ. Gara-gara pertimbangan
waktu yang kurang pas, akhirnya jadwal sarapan diundur setelah materi terakhir.
Kamipun mengikuti materi dengan wajah nyengir menahan lapar. Saat inilah kami
bisa merasakan bagaimana penderitaan orang-orang yang bahkan tidak bisa
menjanjikan akan memberikan asupan energi untuk tubuhnya. Rabb,,, ampuni kami
yang kurang bisa bersyukur atas rahmatMu.
Pukul sepuluh pagi, aku dan kedua putri kastil melangkahkan kaki menuju
parkiran manarul Ilmi. Satu hal yang ada dalam benak kami, bagaimana bisa
menemukan pasangan syuro yang telah disebar pada tiga titik kritis. Dari
kejauhan kami melihat dua kelompok ikhwan tengah berjaga di pos darurat.
Menanti korban kelaparan yang baru saja mendapatkan pertolongan pertama dari
panitia.
Dalam kebingungan, salah satu putri kastil berkata, “Kayaknya yang depan
ini deh, Ukh.” tanpa pikir panjang kami segera menuju balik hijab pos pertama.
Sampai di TKP, kami lebih bingung lagi melihat potongan tikar dengan lebar
sekitar 60 cm yang mbejudul di balik hijab. Ini cukup nggak yah
dipake duduk? Kataku dengan suara lirih, namun cukup keras untuk didengar
kaum Adam di seberang. “Kita juga sempit koq, Ukh. Nggak pa-pa.”
Ditemani semilir angin dan sesekali bunyi kendaraan yang lalu lalang,
syuro’pun dimulai. Diawali dengan kabar gembira tentang datangnya salah satu
anggota kelompok yang mengaku telah melahap habis semua menu LKMM TM. Seperti
merasakan hujan pertama di penghujung kemarau, ada kesejukan yang mengaliri
relung hatiku. Inna ma’al ‘usri yusroo, kalimat itu benar adanya.
Dengan sigap sang pahlawan alumni LKMM TM mengarahkan kami untuk berpikir
cepat, menemukan tiap celah dan solusi dari tiap lini di JMMI. Aku puas, mereka
tidak perlu tahu kalau ada setetes air mata haru yang mengembun di ujung
mataku. Setelah beberapa waktu tertekan oleh keterbatasan kemampuan, akhirnya
aku menemukan secercah harapan yang membuatku semakin yakin bahwa tidak ada
yang tidak mungkin untukNya.
Ba’da dhuhur di ruang sidang FTI, presentasi pertama dipersembahkan oleh
kelompokku. Kalau boleh aku menilai secara subyektif, aku akan mengatakan “perfect”.
Semua berjalan sesuai rencana, termasuk pembagian job yang mengharuskan semua
orang di kelompok kami untuk berargumen.
Matahari mulai meredupkan sinarnya,
siap berganti dengan senyum manis sang rembulan. Rangkaian acara PSI 3 telah
usai. Menyisakan kesan manis dalam bingkai persaudaraan. Sejenak aku merasa ada
ikatan yang begitu kuat dengan organisasi yang membesarkanku selama tiga tahun
ini. Sempat pula aku merasa keputusanku untuk meninggalkannya di tahun keempat
perlu dipertimbangkan lagi. Hanya Allah yang tahu, apa yang akan terjadi nanti.
Semoga aku mampu memberikan yang terebaik di sisa waktu enam bulan ini. Hingga
detik aku mengakhiri tulisan ini masih bisa kurasakan kesejukan rindu PSI 3. Thanks
4 all,,,(Miel)
PSI 3 in memorial,
26-28 Nopember 2010
2 Desember 2010,
18.52 WIB
Asrama Mahasiswa ITS
D205
Tidak ada komentar:
Posting Komentar